Sudah 45 hari berlalu sejak Badrus Soleh, seorang taruna SMK Perikanan dan Kelautan Puger, Jember, dinyatakan hilang saat menjalani program kerja lapang (PKL) di atas KM Harapan Sri Jaya GT.96, kapal milik perusahaan PT Pancuran Samudra Nusantara.
Kejadian itu terjadi pada Minggu dini hari, 18 Mei 2025, saat kapal berada di sekitar perairan Pulau Masalembu, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Hingga kini, nasib Badrus masih belum diketahui, meninggalkan kekhawatiran dan kesedihan mendalam bagi keluarganya.
Orangtua Merasa Banyak Kejanggalan
Kedua orangtua Badrus, Mulyadi dan Nur Hasanah, menyampaikan kecemasan dan keprihatinan mendalam. Mereka mengaku tidak mendapatkan informasi yang jelas dan merasa banyak kejanggalan dalam penanganan kasus ini.
“Kalau memang anak saya hidup, di mana dia sekarang? Tapi kalau sudah meninggal, di mana jasadnya?” ujar sang ibu, Nur Hasanah, penuh kesedihan saat ditemui di rumahnya di Desa Langkap, Kecamatan Bangsalsari, Jember, Rabu (25/6/2025).
Sang ayah, Mulyadi, juga menyatakan kekecewaan terhadap proses penyelidikan. Ia mempertanyakan mengapa alat komunikasi milik nahkoda, ABK, dan peserta magang lainnya tidak disita untuk ditelusuri. Ia juga merasa janggal jika tidak ada satu pun awak kapal yang terjaga saat kejadian dini hari itu terjadi.
Minim Pendampingan dari Pemerintah
Mulyadi mengaku dirinya dan sang istri bukan orang yang berpendidikan tinggi, sehingga merasa bingung dalam menghadapi situasi ini. Ia juga menyesalkan tidaknya ada pendampingan dari pihak pemerintah, meski kasus ini sudah menjadi perhatian media nasional.
“Kenapa tidak ada satu pun dari pemerintah yang datang mendampingi kami? Apa karena kami orang kecil?” katanya dengan nada kecewa.
Tanggung Jawab Perusahaan dan Sikap Sekolah
Kepala SMK Perikanan dan Kelautan Puger, Kuncoro Basuki, menegaskan bahwa tanggung jawab selama siswa berada di kapal menjadi milik perusahaan pengelola. Meski begitu, pihak sekolah tetap menyerahkan persoalan ini ke pihak kepolisian.
Sekolah sempat mendampingi keluarga ke Pelabuhan Juwana, Pati, tempat olah tempat kejadian perkara (TKP) dilakukan. Namun, Mulyadi menyatakan tidak menerima satu pun dokumen resmi hasil penyidikan, termasuk surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Ia juga mengaku sempat diminta menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut secara hukum, namun tidak diperkenankan memotret atau menyimpan salinannya. Hal ini semakin menambah kekecewaan keluarga terhadap penanganan kasus ini.
Klaim Kepolisian: Sesuai Prosedur
Kepala Satuan Polairud Polresta Pati, Kompol Hendrik Irawan, membenarkan bahwa laporan kehilangan Badrus terjadi pada titik koordinat 05° 50’ 859” LS dan 115° 11’ 209” BT. Ia mengklaim bahwa seluruh tahapan penanganan telah dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
Dalam asesmen olah TKP, disebutkan bahwa pada pukul 04.00 WIB saat kegiatan penarikan jaring berlangsung, Badrus tidak terlihat di antara awak kapal maupun siswa PKL lainnya. Upaya pencarian pun dilakukan segera oleh kru kapal, namun tidak membuahkan hasil.
Kapal kembali ke Pelabuhan Juwana pada 14 Juni 2025, hampir satu bulan setelah kejadian. Dua orang saksi telah diperiksa, yakni nahkoda dan salah satu ABK, namun hasilnya tidak menunjukkan unsur pidana.
Masih Banyak Pertanyaan yang Belum Terjawab
Sayangnya, dalam dokumen asesmen tersebut tidak dijelaskan secara rinci hasil olah TKP, proses pencarian, maupun tindak lanjut penyelidikan. Hingga kini, keluarga Badrus Soleh masih menunggu kejelasan atas nasib anak mereka dan berharap ada keadilan, transparansi, dan pendampingan dari pihak berwenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar